Sejarah kolonialisme
Indonesia memiliki persamaan dengan Korea Selatan, yaitu sama-sama pernah
dijajah oleh Jepang. Korea dijajah oleh Jepang selama 35 tahun (1910-1945),
sedangkan Indonesia dijajah oleh Jepang selama 3 tahun (1942-1945). Walaupun,
penjajahan Jepang ke Indonesia dan Korea memiliki perbedaan waktu yang cukup
lama, yaitu 3 dan 35 tahun, namun penjajahan Jepang ini serasa 350 tahun
lamanya, seperti saat Belanda menjajah Indonesia. Masa penjajahan Jepang, baik
di Indonesia maupun di Korea, kedua negara sama-sama merasakan bagaimana
kekejaman Jepang yang dengan tragis menindas, menyiksa, membunuh bahkan
membantai para warga sipil dengan tidak memandang siapapun baik itu laki-laki
ataupun perempuan, dewasa atau anak kecil.
Ada persamaan, ada juga
perbedaan antara Indonesia dengan Korea Selatan mengenai hari pergerakan
kemerdekaan. Pada 1 Maret 1919 merupakan Hari Gerakan Kemerdekaan bangsa Korea
terhadap penjajahan imperialis Jepang. Dimana saat itu berjuta-juta rakyat
Korea melakukan pemberontakan nasional atau aksi protes atau demonstrasi damai
yang menuntut kebebasan Korea dari genggaman kolonialisme Jepang. Namun,
demonstrasi ‘damai’ ini berubah menjadi aksi ‘kekerasan’ atau perlawanan
bersenjata. Dari data statistik resmi Jepang, terdapat sekitar 7,500 orang
tewas, 6,000 orang luka-luka, dan 46,000 orang ditangkap selama 2 bulan dalam
rangkaian demonstrasi mulai dari tanggal 1 Maret 1919.
Gerakan 1 Maret disebut
juga sebagai Demonstrasi Manse atau Samil
Undong atau Samiljeol (sam yang berarti bulan ke-3 = maret dan il yang berarti tanggal pertama = 1).
Selama kurang lebih 12 bulan sejak tanggal 1 Maret 1919, lebih dari 1,500 aksi
demonstrasi dilakukan. Aksi dimulai oleh 33 orang penting dalam masyarakat atau
para pemuka agama. Dimana, 33 orang penting ini menyatakan keinginannya untuk
dapat memproklamasikan kemerdekaan Korea setelah 10 tahun (1910-1919) diduduki
oleh Jepang dengan menandatangani dan membacakan teks proklamasi kemerdekaan
Korea. Memulai gerakan 1 Maret di kota Seoul, kabar aksi ini kemudian menyebar
luas ke seluruh daerah dan memicu aksi-aksi lainnya.
"Korea sebagai negara merdeka, menegaskan hak bawaan mereka untuk kebebasan dan kebangsaan, dan menyimpulkan bahwa tidak ada kekuatan di bumi yang dapat mencegah kebebasan Korea, dengan mengatakan itu adalah 'kehendak surga yang khusyuk' dan 'gelombang besar zaman kita'."
"Kami menyatakan bahwa Korea adalah sebuah negara berdaulat dan bahwa kami bangsa Korea adalah bangsa yang bebas. Kami menyatakan hal ini kepada dunia untuk mewujudkan kesetaraan derajat manusia dan juga untuk masa depan generasi Korea agar mereka secara terus menerus memelihara pemerintahan mereka sendiri."
"Korea sebagai negara merdeka, menegaskan hak bawaan mereka untuk kebebasan dan kebangsaan, dan menyimpulkan bahwa tidak ada kekuatan di bumi yang dapat mencegah kebebasan Korea, dengan mengatakan itu adalah 'kehendak surga yang khusyuk' dan 'gelombang besar zaman kita'."
"Kami menyatakan bahwa Korea adalah sebuah negara berdaulat dan bahwa kami bangsa Korea adalah bangsa yang bebas. Kami menyatakan hal ini kepada dunia untuk mewujudkan kesetaraan derajat manusia dan juga untuk masa depan generasi Korea agar mereka secara terus menerus memelihara pemerintahan mereka sendiri."
Latar belakang terjadinya
Gerakan 1 Maret 1919 pun dimulai pada tahun 1910 saat Jepang menjajah Korea.
Hal ini dikarenakan pada abad ke-19, Korea masih menolak untuk terbuka terhadap
dunia Barat, seperti membangun hubungan diplomatik ataupun perdagangan. Seiring
berjalannya waktu, lama kelamaan beberapa negara Asia yang memiliki ambisi
imperialistik bersaing dengan negara-negara Eropa untuk meraih pengaruh atas
Semenanjung Korea. Dan Jepang yang saat itu sudah mengalahkan Cina dan Rusia
dari Perang Cina-Jepang dan juga Perang Rusia-Jepang, akhirnya mulai
menganeksasi Korea secara paksa. Akibat dari aneksasi Jepang tersebut, maka
pada tanggal 1 Maret 1919 seluruh masyarakat Korea, baik yang di dalam negeri
maupun di luar negeri mulai melakukan aksi demonstrasi damai menuntut
kemerdekaan Korea. Namun, aksi tersebut mendapat balasan dari Pemerintah Jepang
dengan membunuh sampai membantai para demonstran tanpa ampun yang mengakibatkan
kegagalan bagi pihak Korea.
Sekalipun gerakan
kemerdekaan tersebut tidak berhasil, namun hal itu telah menimbulkan suatu
ikatan yang kuat diantara rakyat Korea, yaitu identitas nasional serta rasa
patriotisme. Dimana, gerakan ini juga berfungsi sebagai suatu pengantar untuk
mendirikan Pemerintah Sementara Korea di Shanghai, Cina, dan perjuangan
bersenjata yang melawan kaum kolonial Jepang, yang dimulai di Manchuria.
Dalam memperjuangkan
kemerdekaan Korea dari penjajahan Jepang, terdapat 5 pahlawan yang dianugrahi
bintang Jasa Bakti Nasional atas nama pemerintah, yaitu Kang Young-so yang
membentuk kelompok gerakan bangsa Korea, Hengsadan dan Ahn Chang-ho. Kemudian,
ada seorang perempuan muda bernama Yu Gwansun yang dengan berani pergi dari
satu kampung ke kampung lainnya untuk menginformasikan mengenai aksi
kemerdekaan di Seoul dan dialah yang memberikan bendera Korea (Taekgukgi) untuk diangkat saat aksi
menuntut kemerdekaan Korea. Selain itu, ada juga seorang mantan budak seks
Korea, yaitu Kim Bok-dong yang sampai saat ini masih berjuang untuk meminta
pertanggungjawaban atas kejahatan Jepang kepada dirinya.
Biasanya dalam
memperingati Gerakan 1 Maret, setiap tahunnya warga Korea akan mengibarkan
bendera, bergabung dalam pemeragaan prosesi 1 Maret dan meneriakkan kata ‘Manse!’ (Merdeka!) ketika mereka
berbaris atau saat melakukan parade. Tanggal 1 Maret ini pun kemudian menjadi hari
libur nasional yang ditetapkan pada tanggal 24 Mei 1949 untuk menghormati
keberanian dan pengorbanan mereka yang bangkit melawan penindasan Jepang.
Tidak hanya itu, warga
Korea juga menghadiri pembacaan seremonial Deklarasi Kemerdekaan di Taman
Pagoda Seoul, di mana deklarasi tersebut pertama kali dibaca untuk umum pada
tahun 1919. Selain parade dan upacara, warga Korea juga akan mengunjungi situs
bekas markas tentara Perang Korea di Seoul. Situs ini berisi pameran dari
ribuan peralatan dan barang-barang lainnya yang menceritakan kisah sejarah
militer Korea.
Kemudian, warga Korea
juga akan menelusuri Museum Nasional Korea yang memiliki 3 lantai pameran
tentang sejarah dan budaya Korea. Di lantai pertama, memuat tentang sejarah kuno Korea. Di lantai kedua, lukisan dan kaligrafi Korea. Dan di lantai ketiga,
terdapat pahatan dan kreasi kerajinan tangan Korea. Selanjutnya warga Korea
juga akan melihat Taman Yongdusan di Busan. Di mana, taman ini terletak di
gunung berhutan yang berbentuk seperti kepala naga, berisi Menara Busan, museum
alat musik Korea dan pameran dengan perahu model, termasuk perahu layar
internasional Korea.
Dalam peringatan 100 tahun Hari Pergerakaan Samil pada tanggal 1 Maret 2019, upacara yang dilakukan lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, di mana ada sekitar 20,000 orang yang hadir dari berbagai daerah di Korea dan dipimpin langsung oleh Presiden Moon Jae-in, upacara ini pun dilaksanakan di satu titik lokasi, yaitu di Gwanghwamun. Peringatan 100 tahun ini menjadi spesial karena di tahun-tahun sebelumnya upacara peringatan 1 Maret dilakukan di berbagai daerah di Korea, tidak seperti sekarang semua warga Korea berkumpul di Gwanghwamun.
Selain di Korea,
peringatan 100 tahun Pergerakan Samil juga
dirayakan oleh warga Korea yang tinggal di Indonesia. Pergerakan 1 Maret ini diperingati
dengan kegiatan Peace Parade yang
berlangsung pada 3 Maret 2019 di Area Car Free Day (CFD) Jl. Jenderal Sudirman,
Jakarta. Dimana, kegiatan Peace Parade ini
bisa diikuti oleh warga Indonesia juga (termasuk aku yang juga ikut parade
tersebut). Peace Parade ini diselenggarakan
oleh Kedutaan Besar Korea di Indonesia. Oiyaa kegiatan parade ini, aku dan
orang-orang yang hadir mendapatkan bendera Korea, kaos, topi, dan kipas yang
berlambangkan peta Semenanjung Korea dan bertuliskan “Korea”.
Pada tanggal 15 dan 16
Maret 2019, Korean Cultural Center Indonesia
(KCCI) juga memperingati 100 tahun Pergerakan Samil dengan mengadakan Festival Peringatan 100 Tahun Pergerakan 1
Maret & Pemerintahan Sementara Korea “Back to 1919” di Gedung Equity Tower,
Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta (aku pun juga mengikuti kegiatan acara ini). Acara ini diisi dengan berbagai kegiatan, seperti menggambar bendera Korea (Taegukgi) di Ecobag, melukis di wajah (face painting), membuat pin dengan
gambar hasil karya sendiri, seminar mini dengan tema “100 Tahun Pergerakan 1
Maret”, lomba permainan tradisional Korea (Tuho dan Jegi Chaegi), membuat kipas
bunga Korea (Mugunghwa), zona foto
“Back to 1919”, dan pameran karya pemenang kompetisi poster dan ilustrasi “100
Tahun Pergerakan 1 Maret & Pembentukan Pemerintahan Sementara”. Semua rangkaian
kegiatan ini bisa diikuti oleh semua orang dan hasilnya pun bisa dibawa pulang.
Oiyaa dalam lomba permainan tradisional Korea, yaitu Tuho, aku menjadi
pemenangnya, baik di ronde pertama dan terakhir, jadi dapet dua hadiah deh
hehe.
Youtube (https://www.youtube.com/channel/UCbuGabNtGiFnwUihjk0Ss_w)
Instagram (@fauzistiana)
Facebook (Istiana
Fauzi)
Twitter (@FauzIstiana10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar